Training dan pengembangan selalu menjadi hal yang penting bagi karyawan dan perusahaan. Namun pada kenyataannya banyak karyawan yang tidak mendapatkan pelatihan sepanjang tahun ataupun selama beberapa tahun. Mengapa? Ketersediaan waktu untuk training dan pengembangan diri selalu menjadi tantangan setiap karyawan. Lebih sulit menyediakan waktu daripada menyiapkan anggaran pendidikan. Oleh karena itu proses learning harus di siasati dengan baik.
Saya menyarankan agar proses learning di masukkan ke dalam aktifitas kerja yang dominan. Apa aktifitas kerja yang paling dominan? Saya mengamati sebagian besar waktu karyawan dihabiskan untuk meeting atau kerja team. Nah artinya peluang belajar dapat di peroleh saat berpartisipasi di dalam meeting atau team kerja. Meeting perlu di buat dalam format proses belajar sebagaimana saat mengikuti pelatihan yang didasarkan pada metode experiential learning yang disebut dengan Experiential Learning Theory. Apa itu experiential learning dan mengapa experiential learning dapat digabung dengan formal meeting atau formal team work meeting?
David Kolb adalah pelopor metode experiental learning yang merangkum hasil pemikiran beberapa ahli psikologi sebelumnya yaitu John Dewey, Kurt Lewin dan Jean Piaget. Experiential Learning adalah proses belajar yang dilakukan secara terstruktur melalui usaha nyata memahami persoalan sehari-hari (Concrete Experience), merekonstruksi dinamika terjadinya persoalan dan ruang lingkup persoalan (Abstract Conceptualization), mendalami langkah2 yang akan dilakukan (Reflextive Observation) dan membangun solusi terbaik dan berani melakukannya (Active Experimentation). Di dalam model ini akan terjadi diskusi aktif yang disebut dengan brainstorming, membangun model baru, dan melaksanakan model baru sampai berhasil. Bagaimana memasukkan ELT ke dalam format meeting? Berikut langkah2nya. Ada kemungkinan beberpa tahapan ELT tanpa disadari sudah dijalankan pada saat meeting rutin.
Langkah 1: Selalu membuat agenda meeting dengan memaparkan dan menjelaskan apa persoalan utama. Semakin jelas persoalannya semakin efektif ELT.
Langkah ke 2: Mulailah meeting dengan proses brainstorming dengan tujuan mendapatkan gambaran seberapa besar persoalan berdampak terhadap perusahaan dan pihak2 peserta meeting. Setiap orang diwajibkan untuk memaparkan persoalan sesuai dengan konsep yang dia kuasai.
Langkah ke 3: Buat rangkuman persoalan setelah disepakati bersama dan dilanjutkan dengan membuat beberapa alternatif solusi. Tetapkan satu solusi pertama dari beberapa alternatif solusi yang akan diimplementasikan.
Langkah ke 4: Bentuk team yang bekerja untuk melakukan impelementasi dan satu lagi team yang bekerja untuk melakukan analisa hasil implementasi.
Langkah ke 5: Menulis rangkuman hasil impelementasi dalam bentuk pelajaran yang didapat dari penerapan solusi.
Semoga 5 langkah experiential learning di atas bisa dijadikan format saat meeting agar meeting dapat menjadi wadah untuk learning and development. Pertanyaan selanjutnya adalah bagaimana mengukur learning retention dari setiap karyawan yang akif menerapkan ELT di dalam meeting? Kepada pembaca yang expert di bidang learning and development dipersilahkan memberikan komentar dan masukan.